Identitas Film
Judul Film : Hitman’s Wife’s Bodyguard
Produser Film : Matt O’Toole, Les Weldon, dan Yariv Lener.
Sutradara : Patrick Hughes
Pemain Film : Ryan Reynolds, Samuel L. Jackson, Salma Hayek, Frank Grillo, Richard E. Grant, Antonio Banderas, dan Morgan Freeman.
Filim ini merupakan lanjutan pada benua Eropa, yang bertujuan untuk membuat krisis pada benua tersebut. Belakangan penggunaan teknologi elektronik pada serangan teroris mulai digambarkan pada film-film. Penulis cerita seolah ingin menjelaskan bahwa akan ada potensi untuk aksis terror misalnya dengan menggunakan bom Electromagnetic Pulse Weapon (EMP).
Pemahaman dalam film ini perlu diikuti pada cerita sebelumnya, bahwa kegagalan Bryce dalam melakukan pengawalan kliennya karena misi Darius yang mengincar klien tersebut, membuat Bryce kehilangan lisensi dalam agensi pengawalan. Hal ini secara tidak langsung membuat reputasinya merosot jauh. Kondisi lain yang dialami Bryce adalah mimpi ketika dia sedang bertugas dan mengalami kegagalan dalam melindungi kliennya. Bahkan, mimpi tersebut juga membuat gambaran dari senyuman Darius yang membuat Bryce begitu cemas. Sikap Bryce menjadi sangat berhati-hati dalam sebuah lingkungan dengan membaca situasi hingga memperkirakan serangan apa yang dapat dilakukan orang lain terhadap dirinya. Kondisi yang dialami Bryce dapat menjadi bagian dari kondisi paranoid.
Diagnostic and Statiscal Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5) menjelakan Paranoid Personality Disorder merupakan sebuah gangguan karakteristik pada seseorang yang membentuk ketidakpercayaan dan kecurigaan terhadap orang lain dengan tidak memiliki alasan yang benar-benar meyakinkan untuk curiga. Gangguan ini juga memicu delusi seperti mimpi dan bayang-bayang akan pola serangan yang akan dilakukan oleh orang lain, yang belum tentu berpotensi melakukannya. Jika dihubungkan dalam kasus Bryce, Gangguan ini terjadi karena trauma yang menumbuhkan pengaruh emosional dalam sebuah kejadian.
Kondisi pada saat kegagalan Bryce dalam mengawal kliennya ini membuat paranoid yang berakibat pada sikapnya yang selalu berjaga-jaga terhadap orang-orang disekitarnya. Hal ini membuat beberapa hubungan Bryce dengan orang lain kurang begitu baik karena rasa kecurigaan. Adapun beberapa gambaran seseorang mengalami Paranoid Personality Disorder yaitu meragukan orang lain, enggan bercerita dengan orang lain karena mereka berpikiran orang lain akan mengetahui informasi yang penting dari dirinya, menyimpan dendam, dan sensitif terhadap suatu hal, bahkan mengkritik dapat dianggap sebagai sesuatu yang menyerang pribadi mereka.
Sikap-sikap yang telah disebutkan di atas mengenai gangguan paranoid akan membuat seseorang selalu wapada, sehingga kurang bisa bersikap santai. Karena permasalahan ini Bryce memutuskan untuk berkonsultasi dengan Psikolog, namun tingkatan paranoid yang dialami oleh Bryce terlalu besar. Ketika sesi relaksasi Bryce terus memikirkan tentang hal-hal yang berkaitan dengan pistol hingga senjata tajam. Tentu hal ini membuat terapinya sedikit gagal dan dirinya direkomendasikan untuk beristirahat serta menjauhi semua hal yang berkaitan dengan pistol.
Selain kondisi paranoid. Film ini juga menyinggung mengenai perasaan kesepian (loneliness). Sebuah perasaan yang bisa dialami oleh siapa saja dan kapan saja. Faktor pemicu perasaan loneliness pada Bryce timbul akibat dari kegagalan tugasnya dan masa lalu yang membuat dirinya merasa bersalah. Hal ini membuat beberapa aktivitas Bryce dalam berakting seolah ada pribadi yang idealis dalam dirinya.
Tindakan tersebut adalah kebiasaan Bryce yang membuat panggilan pada nomornya sendiri. Bryce menyampaikan kondisinya melalui pesan suara yang kemudian mengirimkan ke nomornya sendiri. Hal tersebut merupakan salahsatu jenis mekanisme pertahanan diri yaitu formasi reaksi. Perilaku Bryce ketika terlalu menyalahkan masa lalunya diubah seolah dirinya dapat memahami emosi orang lain. Untuk mengurangi rasa kesendirian, Bryce membuat pesan yang positif kepada dirinya sendiri.
Menilik tindakan yang dilakukan oleh Bryce tentunya secara sementara dapat efektif dilakukan. Namun, perilakunya ini dapat sewaktu-waktu juga bisa menjadi kurang efektif. Hal ini akan mengajak kita berintrospeksi dengan esensi manusia sebagai makhluk sosial. Bahkan, jika boleh saya berpendapat, bahwa “setiap orang senang bercerita, mendengerkan, dan didengarkan. “
Melihat sebuah isu yang sedang popular dibicarakan mengenai resiliensi, saya meminjam kata kunci tersebut untuk mendapatkan sebuah topik relevan dengan loneliness. Jurnal 2015 dari Sari mengenai resiliensi dengan loneliness setidaknya menjelaskan bahwa, tingkat resiliensi yang rendah pada seseorang akan membuat tingkat loneliness pada seseorang meningkat. Sesuatu yang unik dalam penelitian ini adalah subjeknya pada usia dewasa awal. Tentunya kita harus membuka pembelajaran psikologi mengenai perkembangan usia dewasa awal.
Usia dewasa awal menjadi usia dengan pembahasan Quarter Life Crisis dari berbagai macam seminar dan topik yang popular 2019-2020. Usia dewasa awal dengan rentang usia 22 sampai 33 tahun (ada pendapat 19 sampai 25 tahun) memiliki tugas perkembangan yaitu Intimacy vs Isolation. Tugas ini akan membuat perkembangan seseorang memulai sebuah hubungan interpersonal dengan orang lain. Kualitas hubungan interpersonal yang baik akan membebaskan seseorang dari konteks isolation atau loneliness. Jadi menurut saya tidak mengherankan banyak teman-teman mulai berani mengunggah hubungan mereka dengan orang terdekat.
Menilik dari perasaan loneliness dengan tugas perkembangan pada masa dewasa awal maka diperlukan usaha yang baik untuk menyelesaikan isu perasaan tersebut. Sehingga, saya akan menyarankan tips sederhana untuk menghadapi loneliness yaitu memiliki keyakinan pada diri sendiri bahwa kita memiliki seseorang yang peduli, membuat kegiatan yang bermanfaat, peliharalah hewan atau rawatlah tanaman, dan membuat jurnal pribadi.
Sumber:
Paranoid Personality Disorder: Symptoms, Diagnosis & Treatment (clevelandclinic.org)
Sari, I. P., & Listiyandini, R. A. (2015). Hubungan antara resiliensi dengan kesepian (loneliness) pada dewasa muda lajang. Prosiding PESAT, 6.
Kontributor: J. Sungsang Prakosa, Mahasiswa Psikologi UST
Editor : Aldi Julyansyah