Corona
adalah mendung,
telah menjatuhkan air mata
dari langit Tuhan
mengukur jarakku denganmu,
ingin memeluk, mengutuk
saling sua pun bahkan
kudengar kau dimasukkan ruang
begitu lengang serupa kembali rekah
menanti tirai terkuak.
Temanggung, 2020
Derajat
dua puluh tujuh?
muazin kesal.
ia tanam minyak tanah di dalam mulutnya
menyembur lengang
membakar dinding mesigit
sebab, tak ada yang jelang
—tak ada yang terusik
dua puluh tujuh!
Sadran 1000 Kupat
dikumpulkan oleh tetua para kawula
memikul panggung bambu
peputri membantun hasil bumi
turut, menengadah ke langit
kemudian,
dibawanya seribu ketupat
menuju sungai Lengi
tempat doa-doa diawangkan
Muludan
matahari sore
senja menua di ujung dukuh
malam menyirami butir ketan
dengan bebuah masam
lebur di dalam mulut aku
Muludan 2
menyenandungkan pepujian
rikala Tuhan tabur bintang
di ujung kelam
saling bersahutan
kitab usang,
malam itu dipeluk
dilagukan
saat mulutnya mengatup,
segala tertumpah di beranda
menukik senyum
riuh tawa menanda
berakhirnya pesta untuk nabi ini.
Temanggung, 19 Desember 2020
Aris Setiyanto lahir dan tinggal di Temanggung, Jawa Tengah. Buku puisinya Lelaki yang Bernyanyi Ketika Pesawat Melintas – Tidar Media (2020).