Kamis,(29/04), Warga desa Wadas mengadakan Konferensi Pers yang bertempat di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta dan berlanjut di kantor Pos Besar Yogyakarta. Diadakannya konferensi pers ini berhubungan dengan penolakan yang di lakukan warga desa Wadas pada sosialisasi pematokan lahan, tanggal 23 April lalu. Dalam selebaran pamflet dijelaskan bahwa pada saat itu warga desa Wadas melakukan aksi damai, namun tidak direspon secara positif oleh Pemrakarsa Aparat Kepolisian dan TNI. Dalam kejadian tersebut beberapa warga, tim solidaritas dan kuasa hukum warga desa Wadas ditangkap secara paksa dan diperlakukan secara represif hingga mulai terjadi kericuhan, dari saling tarik-menarik,antar polisi dengan warga sipil kemudian terjadi tembakan gas air mata yang berlangsung dalam rentang tiga kali. Dengan adanya tindak represi yang dilakukan oleh Pemrakarsa Aparat Kepolisian dan TNI, warga desa Wadas mengadakan konferensi pers untuk mengadukan KAPOLRES Purworejo ke KOMNAS HAM.
Nawas selaku warga asli desa Wadas merupakan salah satu warga yang menjadi korban tindakan represi dari aparat, ia mengungkapkan bahwa pihak aparat mungkin sekitar 400 personel memaksa untuk masuk ke desa Wadas. Ia juga menjelaskan terkait tindakan kekerasan dan represi terhadap warga lain terjadi ketika aparat memaksa masuk ke desa Wadas sehingga terjadi aksi saling bertahan antara aparat dengan warga yang kemudian memicu tindakan kekerasan dan represi dari pihak aparat kepada warga sipil. “Saya diangkut ke mobil, nah di dalam mobil itu mungkin biar gak kelihatan warga saya diperlakukan represi dari aparat dan teman-teman yang lain kan juga banyak yang mendapatkan itu pas posisi di dalam mobil mungkin biar gak kelihatan. Dari warga juga yang dapat kekerasan itu kan pas posisi bertahan, jadi aparat itu memaksa masuk kedalam dan tetep bertahan di situ. Ada yang mendapat pukulan, itu kan posisi warga duduk nah aparat tetep memaksa masuk jadi ada yang tetep dipukulin pake kayu dan ada yang diinjak-injak juga di situ,” ujar Nawas.
Julian selaku Pendamping Hukum Dari LBH Yogyakarta menjelaskan bahwa kejadian pada tanggal 23 April tersebut di picu dengan adanya oknum-oknum yang bekerja sama untuk melakukan intel kepada warga-warga desa Wadas karena warga desa Wadas dianggap ekspresif dan atau anarkis serta ditunggangi. Julian juga mengatakan bahwa ia dan temannya mencoba berkomunikasi dengan pemicu atau intelnya namun berakhir sebelum ada komunikasi. “Awalnya saya coba komunikasi dengan intelnya, ‘ayok semisalkan mau dialog, tapi duduk bersama dalam posisi setara,’ itu tidak di indahkan, malah pantat bagian kiri saya malah di tendang. Lah ini udah tidak bisa diajak komunikasi lagi buat apa, akhirnya saya tarik diri. Kemudian teman saya Nana juga udah coba negosiasi, yang perempuan pake jas merah untuk menegosiasi ayok jangan lakukan seperti itu dong, dan suruh tenang suruh tenang, malah ditarik,” ungkap Julian.
Melihat dari tindakan kekerasan dan represi terhadap warga, Yogi selaku Direktur LBH Yogyakarta menjelaskan bahwa peristiwa yang dialami oleh warga desa Wadas diindikasikan sebagai tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Menurutnya tercatat ada sejumlah peraturan perundang-undangan yang dilangar oleh pihak Kepolisian. Terdapat lima aturan hukum, baik hukum pidana maupun hukum yang mengatur HAM yang diabaikan, dikesampingkan dan di langgar oleh pihak KAPOLRES Purworejo beserta anggota-anggotanya.
Menurut Yogi, peraturan-peraturan perundang-undangan yang dilanggar tersebut diantaranya ada pada UU No.9 tahun 1998 mengenai Kemerdekan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Selain itu juga terindikasi melakukan pelanggaran terhadap pasal 351 ayat 1 KUHP, dimana mereka sudah melakukan tindakan penganiayaan terhadap warga yang mana masa hukuman sesuai pasal KUHP tersebut paling lama 2 tahun 8 bulan atau denda paling banyak Rp. 4.500.000,00. Aparat Kepolisian juga terindikasi melakukan tindakan pelanggaran terhadap pasal 170 KUHP di mana di dalam pasal tersebut sudah di atur dan berbunyi bahwa “barang siapa dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang maka bisa di ancam pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.”
Selain aturan-aturan pidana, Yogi juga menjelaskan bahwasannya aparat Kepolisian melanggar dan mengabaikan sejumlah perundang-undangan. Mereka mencatat di antaranya UU No.39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 12 tahun 2005 tentang Pengesahan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil Politik. Kemudian aturan hukum yang juga dilanggar oleh aparat Kepolisian adalah Peraturan Kepala Kepolisian Negara No.8 tahun 2009 tentang Implementasi, Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Di samping itu di pasal 11 Perkapolri di katakan bahwa setiap petugas/anggota Polri itu dilarang melakukan penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang dan tidak berdasar hukum, dilarang untuk melakukan penyiksaan tahanan atau disangka orang yang terlibat dalam kejahatan, dilarang untuk melakukan penggeledahan dan penyitaan yang tidak berdasar hukum, dilarang menggunakan kekerasan dan/ atau senjata api yang berlebihan.
Berangkat dari aturan-aturan hukum yang dilanggar tersebut, Yogi selaku Direktur LBH Yogyakarta menegaskan bahwa LBH Yogyakarta selaku kuasa hukum dari warga Wadas pada 29 April berencana mengadukan dan atau melaporkan dengan melampirkan beberapa bukti berupa foto dan bukti visum terkait dengan dugaan peristiwa kekerasan dan represi yang dilakukan oleh aparat dan anggota Kapolres Purworejo ke Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan akan meminta kepada Komnas HAM tersebut agar supaya bisa menerima dan menindaklanjuti laporan tersebut sesuai dengan yang tertera di dalam UU No.39 tahun 1999.
Reporter : Moh. Dedy Setyawan
Penulis : Theresia Priska A
Editor : Lailatul Nur Aini