• PENDAPA SELINTAS
  • LIPUTAN UTAMA
  • WAWANCARA
  • OPINI
  • SASTRA
  • RESENSI
    • BUKU
    • FILM
  • EDITORIAL
No Result
View All Result
  • PENDAPA SELINTAS
  • LIPUTAN UTAMA
  • WAWANCARA
  • OPINI
  • SASTRA
  • RESENSI
    • BUKU
    • FILM
  • EDITORIAL
No Result
View All Result
Home PENDAPA SELINTAS

Tank Merah Muda: Ingatan Reformasi dari Sudut Pandang Perempuan

by Widiya Saputri
10 Februari 2020
5 min read
Tank Merah Muda: Ingatan Reformasi dari Sudut Pandang Perempuan

Para Pemantik Diskusi Buku 'Tank Merah Muda' (06/02/20) di IFI-LIP Yogyakarta (Foto: Yudi/PENDAPA)

Perkawanan Perempuan Menulis bekerja sama dengan UGM dan Institut Francais Indonesia (IFI) – LIP Yogyakarta menghelat diskusi buku berjudul “Tank Merah Muda” pada Kamis (06/02). Kegiatan ini adalah pembuka dari rangkaian acara yang digelar di IFI-LIP Yogyakarta dengan tajuk “Everyday’s Resistance: Pengalaman Perempuan dalam Menghadapi Perubahan.”. Pemandu diskusi adalah Dr. Arifah Rahmawati selaku Peneliti Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian UGM dan dipantik oleh Dr. Wening Udasmoro selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya UGM.

Sebagai informasi, buku Tank Merah Muda adalah sekumpulan cerita pendek yang dapat diunduh gratis berlatarbelakang pada peristiwa reformasi. Buku tersebut diisi oleh enam penulis yang tergabung dalam Perkawanan Perempuan Menulis.

Di awal diskusi, Wening menyampaikan bahwa tatkala dirinya membaca buku setebal 192 halaman ini, ia melihat sebuah kesadaran yang terpancar dari para Perempuan Menulis. Sebab ada banyak kisah yang seringkali tidak diceritakan oleh perempuan mengenai beberapa perkara di antaranya seperti narasi kultur dominan atau bahkan narasi dalam konteks konflik, kekerasan, dan sebagainya. Cerita-cerita demikian, biasanya dibuat sebagai cerita laki-laki saja.

“Tank bersimbol Masculism di dalam Teori Maskulinitas. Tetapi menggunakan kata ‘Tank Merah Muda’ adalah versi lain dari bagaimana Perempuan Menulis mendefinisikan sebuah konsep rasa,” ungkap Wening.

Ia kemudian mengatakan bahwa masyarakat masih akan mengingat apa yang terjadi pada masa reformasi dan memperbincangkan hal tersebut lima hingga sepuluh tahun ke depan. Namun setelah itu, orang-orang tidak akan mengingatnya lagi. Sebab menurut Wening, tidak banyak tokoh sejarah yang menulis mengenai apa yang terjadi di masa itu. Alhasil ketika tokoh-tokoh sebelum reformasi bermunculan, hal tersebut tidak menuai kritik.

“Karena apa? Sudah terlupakan era reformasi itu,” ungkap Wening.

Selain itu, kumpulan cerita dalam buku ini dapat dianggap sebagai sebuah memori bagi sebagian pihak yang pernah mengalami peristiwa di masa reformasi, seperti ikut pada gerakan demo dan lainnya. Menurut Wening, bagi mereka yang belum lahir di era itu, membaca cerita dalam buku ini dapat menjadi pengetahuan dan refleksi bahwa hal yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya pernah terjadi dalam konteks sejarah Indonesia.

Wening juga menambahkan, dari pemilihan latar waktu yang berkisah di era reformasi, kemudian aspek tokoh, penulis, hingga narator yang kesemuanya adalah perempuan, menegaskan sekali hadirnya narasi yang kuat sebagaimana dalam teori subjektivitas. Bahkan, kontestasi untuk kekuasaan pun turut disinggung dalam buku ini.

“Secara khusus ceritanya dibangun mulai dari persoalan etnis di awal, menuju ke persoalan krisis moneter,” jelas Wening.

Sementara itu, Amanatia Junda, salah satu penulis buku Tank Merah Muda turut mengemukakan bahwa di dalam buku ini terdapat 18 cerita pendek dari berbagai latar belakang konflik. Di antaranya bahkan menawarkan rekonsiliasi.

Salah satu cerita yang mengandung pesan tersebut adalah kisah mengenai pembantaian dukun santet dan ulama di Banyuwangi, Jawa Timur pada tahun 1998. Di pertengahan tahun 2018 lalu, Amanatia bertandang ke wilayah itu dan mendapati kenyataan bahwa kasus itu sangat sensitif bagi masyarakat di sana sebab kasus tersebut meluas hingga menjadi konflik horizontal yang kuat.

Di sana, ia bertemu dengan salah seorang jurnalis yang menyampaikan informasi jika kasus ini sudah lama diteliti oleh banyak orang. Sehingga pihak warga terutama narasumber kunci sudah lelah untuk menjawab pertanyaan mengenai peristiwa itu. Bahkan seorang lelaki yang dahulu turut menjadi korban dan salah seorang pelaku yang pernah terlibat dalam pembantaian massal di tahun itu pun sampai saat ini masih mengalami trauma. Keduanya akan menangis bila harus menceritakan kembali peristiwa tersebut.

Oleh karena itu, menurut Amanatia, harus ada inisiatif untuk melakukan rekonsiliasi di tingkat masyarakat. Sebab ia tidak bisa membayangkan bagaimana bisa hidup di kampung yang antara pelaku dan keluarga korban pun masih saling hidup berdampingan.

“Itu tidak bisa saya bayangkan. Mereka sampai saat ini masih ada dan meneruskan hidup seperti biasa,” ungkap Amanatia.

Di akhir diskusi, Ruhaeni Intan Hasanah, yang juga merupakan salah satu penulis turut menambahkan benang merah yang tercantum dalam buku ini. Salah satunya adalah pengalaman reformasi dari sudut pandang perempuan. Sebab, isu tentang reformasi belum berhenti diceritakan kendati sudah lama terjadi.

“Karena kami percaya bahwa sejarah ini masih dituliskan dari sudut pandang laki-laki bukan dari perempuan,” tegas Ruhaeni.

Reporter: Risqika Noor W, Yudi Hartono, Widiya Saputri
Penulis: Widiya Saputri
Editor: Ade Tegar Irsandy

Tags: BUKUIFI-LIPPEREMPUANREFORMASITANK MERAH MUDA
Share1TweetSendShare

Related Posts

Memoar Wirda: Meraih Mimpi dengan Bermimpi

Memoar Wirda: Meraih Mimpi dengan Bermimpi

15 Maret 2021
52
Feminisme dari Perspektif Psikologi di Era Pandemi

Feminisme dari Perspektif Psikologi di Era Pandemi

10 Maret 2021
95

Bekal Liputan Investigasi Agar Tak “Bangkrut” di Tengah Jalan

9 September 2020
173
Berguru Melalui Kisah Hidup Iman Usman

Berguru Melalui Kisah Hidup Iman Usman

19 Agustus 2020
366
Meraba Zaman yang Kelabu

Meraba Zaman yang Kelabu

17 Mei 2020
155
Masih Adakah Nyala Api Kartini di Hati Milenial?

Masih Adakah Nyala Api Kartini di Hati Milenial?

29 April 2020
189
Silang Sengkarut Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

Silang Sengkarut Kasus Kekerasan Seksual di Indonesia

27 April 2020
342
Sebuah Kisah dari Ayah

Sebuah Kisah dari Ayah

13 April 2020
160
Filosofi Lama untuk Mental Tangguh “Zaman Now”

Filosofi Lama untuk Mental Tangguh “Zaman Now”

11 April 2020
410

© 2020 LPM PENDAPA TAMANSISWA

Navigate Site

  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KIRIM KARYA

Follow Us

No Result
View All Result
  • PENDAPA SELINTAS
  • LIPUTAN UTAMA
  • WAWANCARA
  • OPINI
  • SASTRA
  • RESENSI
    • BUKU
    • FILM
  • EDITORIAL

© 2020 LPM PENDAPA TAMANSISWA