Sabtu (25/01/20) bertempat di Waroeng Nggoenoeng, Sembungan, Bantul, DIY telah diadakan acara yang bertajuk “Tato Solidaritas: Untuk Perempuan Papua”. Acara tersebut diinisiasi oleh Biyung Indonesia dan Needle N’ Bitch sebagai upaya untuk penggalangan dana demi mewujudkan rencana kegiatan lokakarya sekaligus pelatihan mengenai kesehatan reproduksi dan keterampilan membuat pembalut kain untuk 250 orang perempuan Papua selama sebulan di empat kota di Papua, yaitu Jayapura, Nabire, Manokwari, dan Sorong.
Dalam acara #PerempuanBantuPerempuan itu, selain ditujukan sebagai kepedulian terhadap kesehatan reproduksi perempuan di Papua, juga digelar sebagai ajakan solidaritas bagi teman-teman perempuan yang berkarya melalui medium tato.
“Kenapa tato? karena kami punya banyak teman perempuan yang bergiat melalui medium itu.” ungkap Nidya Paramila selaku salah satu pelopor acara.
Minimnya akses informasi, edukasi, dan infrastruktur untuk pemenuhan kebetuhan kesehatan reproduksi di Papua menjadi alasan mengapa Paramila mengambil tema tersebut.
“Di sana sangat minim sekali, karena akses informasi dan edukasi masih terbatas kan,” ucapnya.
Selaras dengan pernyataan Paramila, Sara Moywend, salah satu perwakilan perempuan Papua yang juga seorang mahasiswi Kebidanan dalam diskusi menjelaskan bahwa di Jayapura masih sangat minim informasi mengenai kesehatan reproduksi, sehingga perempuan-perempuan yang sudah memasuki usia produktif di sana rentan terkena Kanker Serviks.
“Permasalahan ini (juga:red) disebabkan oleh pembalut sekali pakai,” tegas Sara.
Selain itu, Mita dari Needle N’ Bitch mengemukakan bahwa masyarakat masih menganggap pembalut berjenis kain tidak praktis dan tidak efisien. Namun ada hal yang juga perlu diketahui bahwa pengunaan pembalut sekali pakai yang masih banyak beredar di pasaran tersebut berdampak pula pada pencemaran lingkungan.
“Pembalut sekali pakai menyumbang banyak sekali sampah termasuk di laut”, imbuhnya.
Thesa, salah seorang perwakilan Biyung Indonesia, memaparkan alasan digelarnya kegiatan tersebut. Sebenarnya Biyung Indonesia bergerak dalam usaha untuk memproduksi pembalut kain dan mensosialisasikan tentang kesehatan rahim. Awalnya, kegiatan ini dimulai dari permintaan ibu-ibu di Watu Kodok, Gunungkidul, DIY yang merasa tidak memiliki uang untuk membeli pembalut kain sehingga mereka meminta untuk diajarkan cara membuatnya.
“Juga di satu kesempatan, kami bertemu Javiera Rosa di Papua. Ia turut mendorong diwujudkannya kegiatan ini,” ungkap Thesa.
Ia juga memaparkan langkah yang diambil Biyung Indonesia dalam menggelar lokakarya mengenai pembuatan pembalut kain. Pertama, Biyung tidak bergerak sendiri. Mereka bekerjasama dengan Usaha Kecil Menengah (UKM) lain yang juga bergerak di isu perempuan, yaitu Needle N’ Bitch.
Thesa dalam akhir dialognya menyampaikan bahwa untuk mewujudkan project ini, perlu adanya dana dan tenaga yang besar. Ia kemudian menghimbau teman-teman di forum diskusi untuk ikut membantu kegiatan ini.
Melalui pesan yang dirilis bersamaan dengan pamflet kegiatan tersebut, tertulis bahwa pembiayaan Project ini sepenuhnya dilakukan mandiri dan terbuka. Selain dapat berdonasi dan berbelanja di lapak solidaritas, mereka juga membuka crowdfunding di platform pembiayaan bersama di KitaBisa dan GoFundMe.
Salah satu peserta diskusi, Selly Ampnir, memberi tanggapan dengan mengatakan bahwa acara tersebut baik untuk pembangunan di Papua. Namun ia juga berharap bahwa kegiatan ini bisa segera dilaksanakan.
“Harapan saya, jangan cuma omong doang, tapi juga direalisasikan,” pungkas Selly.
*koreksi: Sebelumnya di berita tertulis “…kami bertemu teman SMP yang tinggal di Papua dan terkena Kanker Rahim. Itu turut…”. Yang benar adalah “…kami bertemu Javiera Rosa di Papua. Ia turut…”. Mohon maaf dan terima kasih.
Reporter: Risqika Noor W.
Penulis: Suroto
Editor: Ade Tegar Irsandy