Kamis (05/03) Front Rakyat Indonesia untuk West Papua (FRI-WP) menggelar aksi bertajuk “Berikan Hak Menentukan Nasib Bagi Bangsa West Papua, Cabut SK Drop Out (DO) Universitas Khairun (Unkhair), Tolak Omnibus Law”. Aksi berlangsung pada pukul 15.30 WIB di bundaran UGM.
Deven, salah seorang massa aksi dari FRI-WP mengatakan bahwa Indonesia sebagai negara demokrasi telah mencederai diri sendiri karena membungkam ruang demokrasi bagi rakyat yang menyuarakan aspirasinya. Dengan ditahannya para aktivis Papua yang melakukan aksi damai dan penambahan pengiriman pasukan militer ke Papua oleh pemerintah Indonesia, justru tidak akan membantu menyelesaikan masalah HAM di sana. Menurut Deven, pelanggaran HAM yang terjadi bukan karena kurangnya militer untuk menjaga keamanan, namun karena buntut dari kolonialisasi Indonesia terhadap bangsa West Papua.
“Masalah ini akan terselesaikan jika Indonesia memberikan hak menentukan nasib bagi bangsa West Papua sebagai solusi demokratis,” jelasnya.
Selain itu, Fidel yang tergabung dalam FRI-WP dalam orasinya turut mengatakan bahwa dalam konstitusi negara Indonesia sendiri tercantum pernyataan “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa dan oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan”. Ia juga menuturkan bahwa yang dilakukan rektor Unkhair dengan mengeluarkan SK DO kepada empat mahasiswanya telah mencederai konstitusi negara, yaitu pada pasal 31 ayat 1.
“Dari apa yang terjadi sekarang, pemerintah telah gagal memahami konstitusi negara dan citranya sebagai negara demokratis,” tuturnya.
Dari press release yang telah beredar menjelaskan bahwa RUU Omnibus Law Cipta Kerja mengandemen 79 Undang-Undang dan 1.244 pasal. Substansinya mencakup 11 klaster, yakni Penyederhanaan Perizinan, Persyaratan Investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan, Pemberdayaan, dan Perlindungan UMKM, Kemudahan Berusaha, Dukungan Riset dan Inovasi, Administrasi Pemerintahan, Pengenaan Sanksi, Pengadaan Lahan, Investasi dan Proyek Pemerintah, dan Kawasan Ekonomi.
Menanggapi hal tersebut, Yance, salah seorang mahasiswa Papua mengatakan bahwa RUU Omnibus Law tidak memihak kepada rakyat. Sebaliknya menurut Yance, RUU tersebut justru memihak pada investor asing, di mana pada salah satu poin yang akan dihilangkan adalah ketentuan untuk memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) bagi setiap pembangunan. Dengan dihilangkannya AMDAL, hal tersebut akan semakin memperluas perampasan ruang hidup dan pencemaran lingkungan.
“Tanpa adanya Omnibus Law pun rakyat sudah menderita, apalagi kalau Undang-Undang cilaka ini disahkan,“ Pungkas Yance.
Adapun 11 tuntutan Front Rakyat Indonesia untuk West Papua ( FRI-WP) antara lain:
- Berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi bangsa West Papua!
- Bebaskan seluruh tahanan politik Papua termasuk Surya Anta!
- Tarik militer organic dan non organic dari tanah Papua!
- Hentikan pembangunan Kodim Militer di tanah Papua!
- Usut tuntas dan adili pelaku pelanggaran HAM di Papua!
- Tolak OTSUS dan PON di tanah Papua!
- Tolak investasi di tanah Papua!
- Tolak RUU Omnibus Law!
- Cabut SK Rektor (Drop Out) terhadap 4 Mahasiswa Unkhair!
- Cabut PP 78!
- Sahkan RUU PKS!
Penulis: Nurlaili
Editor: Laeli Choerun Nikmah