Senin (09/03) aksi bertajuk “Gejayan Memanggil Lagi, Tolak Omnibus Law” digelar di pertigaan Jalan Colombo, Gejayan, Kota Yogyakarta. Aksi ini diikuti oleh ratusan masa yang terdiri dari pelajar, mahasiswa, dan elemen masyarakat.
Titik kumpul massa aksi tersebar di 3 tempat yaitu di UIN Sunan Kalijaga, bundaran UGM, dan UNY. Pada titik kumpul UIN Sunan Kalijaga, masa aksi berkumpul pada pukul 10.00 WIB dan mulai bergerak menuju Gejayan pada pukul 11.25 WIB.
Dari pantauan Tim PENDAPA, rombongan dari UNY sudah lebih dahulu sampai di Pertigaan Gejayan sesaat setelah rombongan massa dari UIN Sunan Kalijaga tiba. Aksi kemudian diawali dengan menyanyikan lagu “Darah Juang” dan dilanjutkan oleh orasi dari berbagai kalangan bersamaan dengan datangnya rombongan dari Bundaran UGM pada pukul 13.40 WIB.
Orator dari AJI Yogyakarta mengungkapkan bahwa pemerintah dalam merancang UU Omnibus Law tidak memberikan akses bagi rakyat secara langsung. Persoalan pencemaran lingkungan dan pelanggaran HAM dari tahun ke tahun semakin meningkat. Namun unsur kepemerintahan justru mulai dimasukkan pada sistem pers. Dengan pengesahan UU Omnibus Law, hal itu akan berpotensi melemahkan kerja media pers, seperti pers mahasiswa dalam pemberitaannya.
“Pengesahan UU Omnibus Law akan perpotensi yang apa yang dilakukan pers mahasiswa dan media pers lain tidak dianggap karena tidak berbadan hukum,” ungkapnya.
Salah satu orator dari Amikom, dalam orasinya mengatakan adanya UU Omnibus Law membuktikan bahwa negara semakin agresif dan represif terhadap rakyatnya sendiri demi kepentingan pemodal yang minoritas. Sehingga tidak mengherankan apabila kelak, militer akan banyak yang masuk ke parlemen dan mengawasi setiap gerak gerik rakyat.
“Karena kepentingan pemerintah itu untuk mengamankan kelas pemodal,” tegasnya.
Orator dari massa aksi perempuan dalam orasinya mengungkapkan bahwa ia sangat menyayangkan tindakan pemerintah yang tergesa-gesa dalam pembuatan UU Omnibus Law. Di sisi lain, UU Penghapusan Kekerasan Seksual yang telah lama digaungkan oleh segenap perempuan tidak kunjung disahkan. Sedangkan ada begitu banyak buruh perempuan yang dilecehkan dan didiskriminalisasi bahkan di PHK sepihak tanpa ada tindakan dari pemerintah. Menurutnya, yang ada justru pekerja perempuan semakin direpresi dengan UU Ketahanan Keluarga dan Omnibus Law.
“Jika rancangan UU Ketenagakerjaan direvisi yang berkaitan dengan pasal 81 terkait cuti haid, hal itu akan berdampak dan mengancam buruh perempuan,” pungkasnya.
Aksi yang diisi juga dengan live music dan pembacaan puisi ini diakhiri dengan pernyataan sikap dan pembacaan tuntutan oleh Aliansi Rakyat Bergerak pada pukul 17.00 WIB.
6 Tuntutan oleh Aliansi Rakyat Bergerak antara lain:
- Gagalkan Omnibus Law, RUU Cipta Kerja, RUU Perpajakan, RUU Ibu Kota Negara dan RUU Kefarmasian
- Dukung pengesahan RUU PKS dan tolak RUU Ketahanan Keluarga
- Memberikan mosi tidak percaya kepada pemerintah dan seluruh badan negara yang mendukung pengesahan Omnibus Law
- Mendukung penuh mogok nasional dan menyerukan kepada seluruh elemen rakyat untuk terlibat aktif dalam pemogokan nasional
- Lawan tindakan represif aparat dan ormas reaksioner
- Rebut kedaulatan rakyat dan bangun demokrasi sejati
Penulis: Nurlaili
Editor: Laeli Choerun Nikmah