“Kalau setiap kampus menerapkan sistem yang dialogis atau terbuka, dosen-dosen bisa diajak berdiskusi, bisa diajak untuk berdebat, saya pikir akan menghasilkan produk-produk pendidikan yang kalau tidak laku di pasar kerja pasti dia akan menciptakan lapangan pekerjaan,” tambah Triadi.
Senin (16/9/2019), Divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) Majelis Mahasiswa Universitas (MMU) Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) mengadakan kegiatan berbentuk diskusi panelis. Kegiatan diskusi berlangsung di halaman parkir Fakultas Teknik (FT) UST.
Diskusi dengan tema “Mata Mahasiswa Menerawang Soal-Soal Pendidikan” dengan konsep setiap pemantik diambil dari ketua masing-masing Majelis Mahasiswa Fakultas (MMF), dengan tujuan sebagai wadah sharing bagi mahasiswa. Sesuai dengan tema yang diberikan, pemantik akan memaparkan penjelasan sebelum sesi dialog dimulai.
Dimoderatori Ahmad Yani, diskusi awal bertema “Pendidikan Sendi Pembangunan” dipantik oleh Reksil Hasanuddin ketua MMFT. Reksil mengungkapkan kemajuan suatu negara bisa dicapai saat pendidikan dinomorsatukan dan kualitas pendidikan diutamakan. Pendidikan yang dimaksud oleh Reksil dititikberatkan pada pendidikan PSDM yang berfokus untuk meningkatkan keahlian, keterampilan, dan karakter.
Triadi Susanto, ketua MMF Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) juga ikut menjadi pemantik dengan tema “Liberalisasi Pendidikan”. Triadi mengungkapkan bahwa liberalisasi pendidikan merupakan kasus dan menjadi embrio dari kapitalisme. Menurutnya, mahasiswa adalah produk siap pakai. Menjadikan mahasiswa sebagai subjek manusia untuk kemudian dikomersialisasikan di pasar kerja. Jika tidak memiliki kualitas secara pendidikan maka tidak laku. “Kalau desain pendidikan kita seperti itu kemungkinan dapat pekerjaan sangat kecil, karena di sana ada sistem yang sudah dibuat, sistem terstruktur yang sudah dibuat oleh birokrasi, oleh pemerintah.” Jelasnya.
Triadi juga menjelaskan, dampak yang lebih substantif dari liberalisasi pendidikan adalah sistem pendidikan yang anti dialogis atau sistem pendidikan yang tertutup. “Kalau setiap kampus menerapkan sistem yang dialogis atau terbuka, dosen-dosen bisa diajak berdiskusi, bisa diajak untuk berdebat, saya pikir akan menghasilkan produk-produk pendidikan yang kalau tidak laku di pasar kerja pasti dia akan menciptakan lapangan pekerjaan,” tambah Triadi . Ia berharap, mahasiswa mampu menciptakan pendidikan alternatif sehingga bisa berguna untuk membangun kemahasiswaan.
Mu’min Boli selaku Advokasi MMU memberikan pandangan terhadap kondisi pendidikan di UST. “UST ini kan kampus kebangsaan, asasnya ya Tamansiwa, cuma penerapan Tamansiswa belum, artinya Tamansiswa hanya dipahami secara kontekstual namun belum dalam praktiknya. Makanya hari ini banyak problem di kemahasiswaan UST itu sendiri” jelasnya.
Termasuk pembatasan jam malam, bagi Mu’min adalah suatu cara kampus membelenggu ruang gerak mahasiswa. “Kampus sendiri tidak sebagai laboratorium intelektual tetapi penjara bagi mahasiswa sendiri.” Pungkasnya. [P]
Reporter : Lailatul Nur Aini
Editor : Wira Helmina