“Ketika hari ini tidak dipenuhi maka kami akan turun kembali ke jalan melakukan demonstrasi dengan jumlah massa aksi yang lebih besar dari hari ini. Tentunya sampai tuntutan terpenuhi.” Pungkas Wahid.
Minggu (01/02), Aliansi Dewantara Bersuara melakukan seruan aksi untuk mengajak seluruh mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) mengawal pemotongan SPP.
Seruan aksi tersebut dimulai pada pukul 10.00 WIB dengan titik kumpul di kampus 1, Fakultas Psikologi. Aksi tersebut diawali dengan long march di jalan Kusumanegara dan berakhir di kampus 3, depan gedung rektorat. Aksi ini melibatkan mahasiswa UST dan kawan-kawan solidaritas komite kampus Yogyakarta, Widiya Mataram, Universitas Muhamadiyah, UAD, dan beberapa kampus lainnya.
“Di kalangan mahasiswa UST sendiri banyak, semua fakultas terlibat. Anak-anak di lembaga juga terlibat dan juga UKM.” Kata Wahid, selaku mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Dewantara Bersuara.
Menurut Wahid, aksi ini menuntut birokrasi kampus untuk membuka ruang demokrasi kampus seluas-luasnya, khususnya kebijakan kampus yang harus melibatkan mahasiswa UST.
Alasan diadakannya aksi ini dikarenakan pihak rektorat tidak mau menerima permintaan audiensi terkait pemotongan SPP Tetap karena masalah legalitas organisasi. Juga adanya represifitas karena adanya protes, khususnya dari program studi (Prodi) Mesin dan Industri.
“Menurut kami itu suatu penghianaan karena tidak melibatkan mahasiswa, maka kami melakukan demonstrasi untuk turun ke jalan.” Ujarnya.
Begitupun dengan Ilvan Arjun mahasiswa Prodi Manajemen, ia merasakan bahwa tuntutan yang dibawa teman-teman di Aliansi Dewantara sesuai dengan apa yang dirasakan mahasiswa lainnya. Ia juga berharap supaya tuntutan tersebut didengar oleh birokrasi kampus. “Harapannya jelas agar supaya tuntutan kita didengar oleh birokrasi kampus dan dibuka ruang dialog secara transparan antara mahasiswa dan birokrasi kampus,” Ungkap Ilvan.
Aksi yang awalnya berjalan dengan baik kemudian berubah menjadi sedikit ricuh karena pihak rektorat menolak membuka gerbang. Hal ini dianggap sebagai bentuk tidak adanya itikad baik untuk menemui massa aksi. Beruntung massa bisa dikendalikan sehingga tidak menimbulkan kerusuhan.
Merasa pihak rektorat tidak kunjung membuka diri, massa aksi yang dipimpin oleh kordum melakukan pembacaan rilis tuntutan. Usai membaca rilis tuntutan, massa aksi membubarkan diri dengan tertib sampai pada titik awal kampus 1.
“Ketika hari ini tidak dipenuhi maka kami akan turun kembali ke jalan melakukan demonstrasi dengan jumlah massa aksi yang lebih besar dari hari ini. Tentunya sampai tuntutan terpenuhi.” Pungkas Wahid.
Adapun rilis tuntutan tersebut, diantaranya:
- mendesak pemotongan SPP Tetap sebesar 50%
- mendesak agar pembayaran SPP Variabel tidak dijadikan syarat dikeluarkannya nilai semester mahasiswa.
- dispensasi secara regulasi. Antara lain SPP Tetap, SPP Variabel, Sumbangan Tri Dharma (disertakan surat perjanjian tertulis oleh lembaga mahasiswa dan birokrasi kampus).
- mendesak transparansi keuangan pengelolaan kampus.
- mengecam dengan keras segala bentuk represifitas birokrasi kampus terhadap mahasiswa yang kritis terhadap kebijakan kampus.
- turunkan biaya wisuda online yang tidak masuk akal. [P]
Reporter: Nacida Yahya
Penulis: Rizkiqa Noor
Editor: Zukhruf Kalyana M