Indonesia adalah negara yang lahir dengan berbagai macam jargon dan peristilahan dibelakanganya. Mulai dengan negara agraris, negara kepulauan, negara maritim dan lain sebagainya. Namun yang perlu dilihat, peristilahan tersebut ternyata sama sekali tidak menjadikan negara Indonesia dilihat sebagai negara dengan daya ungkit tinggi. Sejarah mencatat dengan besarnya kandungan sumber daya alam indonesia malah dijadikan sebagai lahan eksplorasi maupun eksploitasi oleh negara – negara imperialis. Akhirnya jargon – jargon diatas hanya sebatas eksistensi bahwa Indonesia itu ada.
Melihat perkembangan peradaban masyarakat dan perkembangan teknologi yang begitu cepat, semestinya menjadi bahan evaluasi bagi negara Indonesia apakah perkembangan dan kemajuan tersebut juga dirasakan oleh bangsa Indonesia, atau malah bangsa Indonesia hanyalah sebagai penonton yang menyaksikan betapa luarbiasanya distrupsi teknologi dan peradaban masyarakat dunia hari ini. Berkaca dari historis dan kondisi objektif itu, menjadi tantangan bagi basis sistem ekonomi indonesia yang menganut sistem ekonomi kerakyatan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai – nilai yang diterapkan di dalamnya adalah sistem ekonomi yang memposisikan rakyat sebagai prioritas dalam mekanisme pengelolaannya, kepemilikan modal maupun orientasinya.
Sistem ekonomi kerakyatan pertama kali diperkenalkan oleh M. Hatta dalam merespon kegagalan sistem ekonomi liberal dan komunisme yang baginya pada saat itu tidak mampu menjawab segala kebutuhan dan keresahan rakyat Indonesia. Dalam penerapannya, sistem ekonomi kerakyatan mengambil jalan tengah dengan menawarkan gagasan pembentukan koperasi yang kelola oleh rakyat Indonesia itu sendiri. Tentunya dalam perjalannya, negara berposisi sebagai pihak pendukung dalam perjalanan koperasi. Pada sistem ini, sebisa mungkin negara tidak mendominasi dalam operasinya, namun mendukung dalam turunan kebijakannya. Sistem ekonomi kerakyatan cukup berjaya pada masa orde lama, pemerintah Republik Indonesia betul – betul mengganti corak produksi bangsa Indonesia, contoh yang paling riill yang bisa kita saksikan adalah nasionalisasi perusahaan – perusahaan belanda yang pengelolaannya diambil alih oleh pemerintah Indonesia dibawah kontrol rakyat. Kemudian penerapan gagasan reforma agraria melalui UU Pokok Agraria.
Gagagasan UU Pokok Agraria sebenarnya cukup sederhana, masyarakat diberikan lahan sendiri untuk berproduksi yang hasilnya dinikmati oleh masyarakat itu sendiri. Gagasan ini juga memangkas dan bahkan menghilangkan oligarki yang sangat meluas pada era selanjutnya. Ketika pemerintahan Soekarno digulingkan, melalui kudeta militer yang dilakaukan oleh Soeharto. Secara serempak sistem ekonomi Indonesia berganti. Transisi tersebut dimulai ketika dikeluarkannya UU PMA (Penanaman Modal Asing) yang membuka keran bagi investor untuk menanamkan modalnya secara besar–besaran di Indonesia. Orde baru sangat memprioritaskan investor untuk mendukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Transisi dari sistem perekonomian Orde Baru ke Orde Lama, sukses melahirkan oligargi–oligarki ekonomi yang menghegemoni modal dalam sekelompok pemodal elite saja. Pada saat itu kita melihat pertumbuhan ekonomi yang cukup cepat tapi juga cepat mencetak kemiskinan sekaligus ketimpangan ekonomi yang luar biasa. Predikat yang didapat oleh Soeharto yaitu bapak pembangunan nasional sebenarnya sekedar formalitas untuk melegitimasi agenda – agenda nasinal maupun internasional. Pada tahun 1989 beberapa negara mulai kelihatan menerapkan neoliberalme, Inggis di bawah kepemimpinan Margaret Theacher, China di bawah kepemimpinan Deng Xioping dan Amerika dibawah kepemimpinan Reagan. Mereka berkolaborasi untuk menghegemoni sistem ekonomi belalui kebijakan – kebijakan politik internasional skala luas.
Berbagai macam perjanjian internasionalpun lahir dan dipraktikan oleh Orde Baru, salah satunya GATS (General Agreement on Trade in Services) sebagai representasi dari penerapan neoliberalisme dengan membuka keran–keran pasar baru dibidang jasa yang akan dikomersialisasi termasuk pendidikan. Keran ini sebagai produk persetujuan dari neoliberalisme yang sebelumnya sudah praktikkan terlebih dahulu di Inggris, China Maupun AS. Perjalanan neoliberalisme di Indonesia sendiri sebenarnya tidak begitu mulus dan mengahasilkan depresi luar biasa pada tahun 1997 – 1998 sehingga berimbas pada turunnya rezim Soeharto ditambuk kekuasaan orde baru. Menurut beberapa ekonom indonesia termasuk Rizal Ramli bahwa Soeharto pada saat itu terlalu tergiur dengan iming – iming utang luar negri yang ditawarkan oleh IMF (International Monetery Found) untuk pemulihan ekonomi nasional.
Runtuhnya orde baru melahirkan reformasi dengan berbagi wajah baru juga permasalahan yang membersamainya. Pergantian kepemimpinan nasional setelahnya ternyata belum mampu mengangkat ekonomi rakyat Indonesia sehingga bisa dikategorikan sejahtera. Sistem ekonomi kerakyatan ternyata tak juga diterapkan paska runtuhnya Orde Baru, yang terjadi sistem ekonomi neoliberal yang makin getol diterapkan di Indonesia. Pada akhirnya konsentrasi kekayaan tetap terpusat pada segelintir orang saja, rakyat Indonesia pada umumnya malah semakin tertindas dengan kebijakan yang sama sekali tidak berpihak kepada rakyat indonesia. Berbagai macam wajah busuk pemerintah seperti kerusakan lingkungan, kecacatan hukum, korupsi dan pengambilan kebijakan khususnya dibidang ekonomi secara sepihak malah semakin marak dipertontonkan oleh pemerintah Indonesia.
Era pemerintahan Jokowi – Maruf yang dilantik pada tahun 2019 lalu, sebenarnya sangat banyak perubahan – perubahan yang dilahirkan. Perkembangan teknologi secara global juga dilakukan di Indonesia melalui penyesuaian – penyesuain program dan kebijakan. Revolusi Industri 4.0 maupun era societi 5.0 sebagai basis perubahan teknologi sangat direspon baik oleh pemerintahan Jokowi – Maruf.
Akan tetapi ada satu hal menarik untuk diulas pada bagian ini, karakter yang menyamakan disetiap era pemerintahan. Ternyata perubahan-perubahan teknologi hanya berdampak pada segelintir orang saja khususnya secara ekonomi. Hal ini dikarenakan dalam pembangunan sistem ekonomi tidak pernah mengutamakan aspirasi dan kehendak rakyat Indonesia. Yang diprioritaskan oleh pemerintah adalah investor maupun pemodal yang berasal dari dalam negeri maupun luar negeri. Sehingga yang terjadi adalah ketimpangan ekonomi menjadi sangat besar, angka kemiskinan yang menjulang tinggi dan terutama utang luar negeri yang semakin melambung tinggi.
Kontributor : Wahid Herman
Editor : Zukhruf Kalyana Mukti