Hari pendidikan nasional ditetapkan pada tanggal 2 Mei sesuai dengan tanggal kelahiran Ki Hadjar Dewantara. Beliau merupakan salah satu tokoh pergerakan yang memelopori pendidikan bagi masyarakat pribumi ketika masa penjajahan Belanda. Di masa itu, pribumi sangat sulit untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak. Sekolah-sekolah hanya diperuntukan bagi kaum bangsawan, priayi, dan anak pegawai pemerintahan kolonial Belanda.
Karena kritikan dan perlawanannya ini, Ki Hadjar pun diasingkan ke Belanda bersama dua rekannya, Ernest Douwes Dekker dan Tjipto Mangungkusumo. Ketiga tokoh inilah yang dikenal sebagai “Tiga Serangkai”.
Setelah kembali ke Indonesia, dia pun mendirikan lembaga pendidikan Tamansiswa (Nationaal Onderwijs Instituut Tamansiswa) sebagai tempat pendidikan kaum pribumi yang tidak mendapatkan akses kependidikan di sekolah Belanda. Setelah Indonesia merdeka, Ki Hadjar pun diangkat menjadi Menteri Pendidikan.
Karya-karya Ki Hadjar Dewantara pun menjadi landasan dalam mengembangkan pendidikan di Indonesia. Salah satu semboyannya yang paling terkenal adalah “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madya Mangun Karso, Tut Wuri Handayani” yang artinya “di depan memberi teladan, di tengah memberi bimbingan, di belakang memberi dorongan”. Semboyan tersebut akhirnya menjadi slogan pendidikan yang digunakan hingga saat ini.
HARDIKNAS Bukan Hanya Eforia.
Pada tanggal 2 Mei 2023 yang bertepatan dengan hari pendidikan nasional, momentum itu banyak disambut baik oleh kalangan masyarakat bangsa Indonesia. Pada platform media sosial banyak bertebaran pamflet ucapan dan kata-kata bijak tentang pendidikan sebagai pengakuan bahwa kita peduli pada pendidikan bangsa ini.
Di sisi lain, lembaga pemerintah maupun lembaga perguruan tinggi swasta dan negeri melakukan upacara peringatan Hari Pendidikan Nasional. Upacara Hardiknas dilakukan berdasarkan surat edaran yang dikeluarkan oleh Nadiem Makarim selaku Menteri Pendidikan.
Pada tanggal 2 Mei kemarin, salah satu perguruan tinggi Tamansiswa memeringati hari pendidikan nasional dengan upacara dan halalbihalal bagi seluruh pegawai dan civitas akademika di lingkup perguruan tingginya. Budaya memperingati Hardiknas adalah sesuatu yang sah-sah saja sesuai dengan ajaran Tamansiswa. Namun jangan dilupakan, ada hal yang lebih urgen dan fundamental untuk dilakukan. Perguruanm tinggi yang berasas pada Tamansiswa seharusnya memperingati Hardiknas dengan melakukan kegiatan yang bersifat diskursus tentang nilai-nilai ajaran Tamansiswa. Nilai-nilai ajaran Tamansiswa merupakan nilai yang universal sehingga tidak pernah berhenti untuk diperbincangkan. “Salam dan Bahagia” adalah salah satu contoh nilai universal sebagai salam bagi bangsa yang majemuk.
Pudarnya ajaran ketamansiswaan di Perguruan Tinggi Tamansiswa karena tidak ada keseriusan dari pihak birokrasi kampus untuk membangun diskursus ilmiah tentang sejarah perjuangan Ki Hadjar Dewantara dan nilai-nilai ajarannya. Hilangnya entitas dari spirit perjuangan Ki Hadjar Dewantara sebagian dari mahasiswa UST menjadikan mereka terbelenggu kebebasanya oleh media-media sosial, terkungkung pikirannya oleh apatisme dan hilang kodratnya sebagai manusia merdeka.
Ki Hadjar Dewantara selain dari Bapak Pendidikan juga merupakan seorang jurnalis yang teguh menyampaikan buah pikiran untuk menyadarkan bangsa Indonesia pada zaman kolonialisme saat itu. Dengan refleksi sejarah perjuangan paripurna bapak pendidikan Indonesia ini, semoga akan lahir dewantara-dewantara muda yang membawa spirit Bapak Ki Hadjar untuk generasi di zaman yang akan datang.
Lawan Sastra Ngesti Mulya “dengan pengetahuan kita menuju kemuliaan”.
Penulis : Kader HMI Insan Cita