Oleh Yohanes Rian Yafandi, Alumni Program Studi Akuntansi Tahun 2018 Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa
Gejolak Covid-19 sedang mengepung sebagian belahan dunia sejak kejadian pertama kali yang terjadi 31 Desember 2019 di Wuhan, Cina. Sampai hari ini kasus Covid-19 belum dapat dipastikan kapan akan usai. Setiap negara yang melakukan kebijakan lock down ataupun social distancing belum bisa memberikan kapastian kepada publik kapan aturan itu akan dicabut. Tentu hal ini akan berdampak pada segala aktivitas industri yang notabene terdapat pekerjaan langsung yang tidak bisa dilakukan dari rumah. Hal yang sama dirasakan oleh para pemilik modal. Bayangkan berapa kerugian industri-indutri global dan lokal akbiat Covid-19 ini?
Roda ekonomi seketika berhenti, transaksi langsung sontak lenyap dari jalanan, PHK dimana-mana, harga saham gabungan dinilai mengalami fluktuasi kadang hijau kadang merah sebagai akibat hadirnya Covid-19. Sektor industri dasar banyak yang terjebak di zona merah, para investor lebih memilih untuk berhati-hati, Bahkan ada yang memilih untuk tidak berinvestasi atau menahan uang untuk kebutuhan konsumsi. Begitupun kebijakan menurunkan tingkat suku bunga tidak mampu menyelamatkan ekonomi dari keterpurukan apalagi mencetak uang 4000 triliunan untuk menyelamatkan rakyat saat Covid-19 sedang berlangsung.
Perihal apa yang terjadi setelah pandemi Covid-19 berakhir masih terbuka lebar untuk dianalisis. Begitu juga dengan mempertanyakan bagaimana reaksi kapitalis setelah pandemi usai juga masih sangat terbuka untuk ditemukan jawabanya. Kita bisa melihat bagaimana bila Covid-19 ini berlangsung beberapa bulan ke depan atau bahkan hingga penghujung 2020, para pemilik modal pasti akan bingung bukan kepalang sebab segala aktivitas produksi dihentikan. Imbasnya perputaran modal juga akan berhenti. Kita bisa memastikan para kapitalis tak tidur nyenyak melihat keadaan ini. Covid-19 sedikit demi sedikit mulai memakan bagian inti dari pemilik modal yang mengakibatkan mereka dihadapkan pada sebuah pilihan yang berat antara kemanusiaan atau mempertahankan modal. Namun kembali kita pahami bahwasanya prinsip kepemilikan pribadi berada pada nomor urut satu dalam sistem kapitalisme. Bisa kita simpulkan tindakan utamanya yang akan diambil ialah melakukan pengembalian modal. Kaum kapitalis tidak akan meninggalkan watak predatorisnya. Kapitalis selalu mengejar keuntungan sebesar-besarnya dengan menekan biaya produksi ini. Pasca Covid-19 kelas ini barangkali akan merehabilitasi sistem produksi. Para pemilik modal mencoba memecahkan masalah mereka sendiri dengan berbagai perspektif dan perangkat ekonomi yang mereka miliki. Maka dari itu yang paling penting ialah melihat gerakan apa saja yang mungkin dilakukan para pemilik modal setelah pandemi ini usai termasuk usaha mereka untuk mengembalikan keadaan kas agar dapat bergerak seperti biasanya.
Mari kita coba melihat beberapa langkah strategis ataupun tidak strategis yang mungkin dilakukan. Banyak asumsi yang bisa dihadirkan sebagai alat agar mampu melihat upaya apa saja yang kemudian diambil oleh para pemilik modal.
Pertama yaitu penambahan modal. Hal yang paling utama dilakukan para pemilik modal setelah kejadian ini ialah menambah jumlah modal baik itu melalui bursa efek ataupun kerjasama dengan berbagai pihak sebab selama tidak terjadi proses produksi pastinya perputaran modal tidak mengalami penambahan. Hal ini wajar dan hampir dilakukan oleh seluruh unit usaha untuk bangkit dari keterpurukan. Walaupun ada beberapa unit membutuhkan modal besar namun minim karya misalnya di perusahan-perusahan manufaktur.
Kedua ialah penambahan waktu kerja. Cara ini menjadi senjata utama dalam strategi pertumbuhan modal dengan tujuan untuk melakukan proses produksi berskala besar oleh karena itu dipastikan mereka membutuhkan jam kerja tambahan tanpa membutuhkan penambahan tenaga kerja. Bayangkan saja betapa besarnya ekploitasi pekerja yang dilakukan. Dalam buku Dass Kapital I, telah dijelaskan secara jelas bagaimana dasar produksi kapitalis, yaitu tenaga kerja selalu tersedia, dan jika perlu, lebih banyak kerja dapat ditarik tanpa suatu peningkatan jumlah pekerja yang dipekerjakan, atau massa tenaga kerja itu.
Ketiga ialah penguasaan pasar. Setelah melakukan produksi besar-besaran, para pemilik modal membutuhkan media untuk dapat mengubah hasil produksi menjadi cass flow, yaitu penguasaan pasar. Disinilah pasar menjadi kekuatan yang memaksa, bukan sebuah pilihan sebagaimana sistem sebelumnya yang membebaskan para penghasil atau produsen menjual atau tidak menjual hasil produksinya karena mereka tetap punya akses non-pasar terhadap sarana reproduksi sosial untuk bertahan hidup. Inilah yang disebut dengan kapitalisme. Pasar bukanlah menjadi mekanisme perdagangan biasa, melainkan penentu utama dan pengatur seluruh aspek kehidupan lainnya, bahkan keberlangsungan hidup itu sendiri. Pasar bukan tempat yang menyenangkan bagi semangat wirausaha, tetapi institusi koersif yang memaksakan persaingan dan pencarian laba sebagai satu-satunya prinsip. Para petani penyewa dan pemilik tanah kedua-duanya kapitalis, pertama-tama bukan karena mereka tamak atau jahat, tetapi karena jika mereka tidak tunduk pada dalil persaingan paksa dalam pasar, mereka tidak bisa mendapatkan akses subsistensi, tidak mampu berproduksi dan melakukan reproduksi sosial, mereka terancam tidak bisa sekadar bertahan seperti kondisi sebelumnya, bahkan tidak bisa bertahan hidup tanpa berproduksi untuk pasar. Berlangsungnya dalil pokok kapitalisme, pasar sebagai paksaan, menjadi penggerak ekonomi yang menyediakan prakondisi untuk revolusi industri. Petani dan pengusaha menengah kebawah yang kalah bersaing tidak punya pilihan lain kecuali sebagai buruh ‘bebas’ dan menawarkan tenaga kerja juga menjual barang dibawa harga pasar karena sirkuit uang ini akan terus berputar maka secara alamiah watak dasar dari kapitalisme adalah ekspansionis. Dalam Manifesto Komunis, Marx secara singkat menjelaskan watak kapitalisme bahwa kebutuhan untuk senantiasa memperluas pasar bagi barang-barang yang diproduksinya, merupakan dorongan di kalangan kaum borjuasi untuk merengkuh seluruh muka bumi dengan barang-barangnya. Ia harus berada di mana-mana, bertempat di mana-mana, dan menjalin hubungan dimana-mana.’
Keempat yaitu upah akan tetap konstan namun harga meningkat. Menurut Marx, harga adalah ekspresi moneter dari nilai. Tetapi, harga juga dipengaruhi oleh fluktuasi penawaran dan permintaan sehingga harga pasar selalu menyimpang dari nilainya, kadang di atas, kadang di bawah nilainya. Namun penawaran dan permintaan juga selalu saling mengimbangi satu sama lain, meski pengimbangan itu terjadi dengan cara dimana kenaikan dibalas dengan penurunan, dan demikian sebaliknya. namun yang perlu diperhatikan ialah berkaitan dengan nilai dari pendapatan terhadap upah yang harus dibayarkan. Upah minimum dibarengi dengan penurunan harga produksi itu hampir jarang terjadi, apalagi dalam upaya perbaikan sisi ekuitas pemilik modal, sehingga dapat dipastikan upah kerja karyawan akan tetap namun permintaan kerja akan meningkat dan menghasilkan produk dengan nilai jual tinggi.
Bagian terakhir imperialisme sebagai tahap monopoli. Pada sebuah laman Indoprogres mengulas bagaimana kemudian kapitalisme memegang kendali atau yang sering disebut imperialiesme yaitu merujuk dari pamflet lenin the highets hage of capitalism, pamflet Lenin membahas ciri-ciri imperialisme sebagai kapitalisme monopoli, yakni konsentrasi produksi dan monopoli; peran baru dari bank; kapital finansial dan oligarki finansial; ekspor kapital; pembagian dunia diantara asosiasi-asosiasi kapitalis-monopolis, dan pembagian dunia di antara negara-negara imperialis. Dari pamflet Lenin ini kita bisa dapat kita pahami bahwa kegiatan kapitalis dalam mengembalikan kapital yaitu dengan melakukan berbagai macam peran dan menjadi bagian dari segala sendi-sendi kehidupan.
Sebuah kesimpulan akhir yang kita pahami, perlu kiranya kita kembali sejenak melihat kata Marx, bagi seorang kapitalis motivasi tidak bisa disederhanakan sekedar kenginginan untuk menumpuk kekayaan belaka, melainkan secara rasional akan terus menerus mengadopsi alat-alat produksi terbaik yakni merealisasikan dan mengumpulkan kekayaan tanpa batas. Hal itu berarti tindakan dan arah gerak yang kemudian dapat diambil memungkinkan terjadi korban dari berbagai kalangan. Beberapa hal yang dipaparkan diatas belumlah mewakili seluruh kekuatan kapitalis namun memberikan kisi-kisi dasar bagaimana mereka akan bertindak.
Penulis : Yohanes Rian Yafandi
Editor : Handrianus Puor
Rujukan:
Hussein, M. Z. (2013). imperialisme Sebagai Tahap Monopoli dari Kapitalisme. Indoprogress.
Capital I Marx
Indoprogress, Melihat Ekonomi Setelah Covid.