Social icon element need JNews Essential plugin to be activated.
  • PENDAPA SELINTAS
  • LIPUTAN UTAMA
  • WAWANCARA
  • OPINI
  • SASTRA
  • RESENSI
    • BUKU
    • FILM
  • EDITORIAL
No Result
View All Result
  • PENDAPA SELINTAS
  • LIPUTAN UTAMA
  • WAWANCARA
  • OPINI
  • SASTRA
  • RESENSI
    • BUKU
    • FILM
  • EDITORIAL
No Result
View All Result
Home MIMBAR

Implementasi Ekonomi Kerakyatan di Tengah Pandemi COVID-19

by Nasrul Basri
6 Mei 2020
6 min read
Implementasi Ekonomi Kerakyatan di Tengah Pandemi COVID-19

Gambar: Gerd Altmann/Pixabay

Sejak kemunculannya di awal Maret hingga saat ini, Indonesia masih berperang melawan musuh yang tak kasatmata yaitu COVID-19. Hampir seluruh wilayah di negara ini telah terdampak. Imbasnya tidak hanya pada kesehatan masyarakat namun juga berimbas pada kesejahteraan ekonomi negara hingga ekonomi masyarakat.

Segala upaya untuk mencegah penyebaran virus telah dilakukan secara masif oleh pemerintah, baik pemerintah pusat maupun inisiatif dari pemerintah daerah untuk mengamankan wilayah pemerintahannya. Upaya yang ditempuh adalah dengan menerapkan pembatasan sosial (social distancing) ataupun physical distancing. Meski berdampak baik namun upaya ini belum menunjukkan langka pencegahan virus secara sempurna. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah kasus COVID-19 di Indonesia per tanggal 26 April 2020 sebanyak 8.882 kasus. Jumlah ini meningkat sebanyak 275 orang dibandingkan dengan tanggal 25 April 2020.

Langkah terbesar yang kini mulai diberlakukan oleh beberapa daerah yang termasuk dalam kategori zona merah pandemi untuk mencegah penyebaran virus adalah melakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Langkah ini dinilai akan mencegah penyebaran virus dalam skala besar.

Berdasarkan Pasal 1 Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2020, menjelaskan bahwa PSBB merupakan pembatasan kegiatan tertentu dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). Langkah besar juga telah diputuskan oleh pemerintah pusat dalam mencegah penyebaran virus yaitu dengan memberhentikan sementara waktu akses transportasi di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini untuk mengantisipasi jumlah pemudik yang akan meningkat di bulan Ramadhan. Meskipun demikian, keputusan dan penerapan di lapangan masih menuai pro dan kontra dalam penilaian publik.

Dampak Pandemi COVID-19 terhadap Ekonomi Masyarakat

Institutes for Development of Economics an Finance (INDEF) menggelar kajian via teleconference yang membahas mengenai penanganan pandemi ini dan dampak ekonominya. Hasil kajian menyebutkan bahwa kian hari pandemi ini semakin menjangkiti ke dalam perekonomian Indonesia secara umum. Dampak ekonomi akibat pandemi semula hanya menggerus sisi eksternal. Namun seiring semakin meningkatnya kasus penyebaran COVID-19 turut berimbas pada stabilitas perekonomian internal. Salah satu imbasnya ialah nilai tukar rupiah terus melemah tajam. Permasalahan ini tentu berpengaruh pada arus permintaan (demand), penawaran (supply), dan produksi pada usaha-usaha UMKM dalam negeri.

Berdasarkan data yang diterbitkan oleh Kompas per akhir Maret lalu, para pelaku UMKM mengeluhkan berbagai dampak pandemi di antaranya penjualan menurun, kesulitan bahan baku, distribusi terhambat, kesulitan pemodal, serta produksi yang terhambat.

Kesulitan-kesulitan yang dialami oleh sektor bisnis selama pandemiturut dirasakan oleh perusahaan-perusahaan besar sehingga berimbas pada pemutusan hubungan kerja (PHK) pada karyawan-karyawan agar menjaga stabilitas arus kas keuangan perusahaan (cash flow). Kondisi semacam ini akan semakin memperparah kesejahteraan-kesejahteraan masyarakat jika tidak ada langkah jitu dari pemerintah. Tentu ini tidak sesuai dengan konsep ekonomi kerakyatan yang bernilai dasar Pancasila. Lantas bagaimana penerapan etika ekonomi di tengah wabah COVID-19 ini?

Ekonomi Kerakyatan dan Etika Berekonomi di Tengah Wabah

Pemikiran-pemikiran ekonomi Bung Hatta dalam sebuah buku berjudul “Daulat Rakyat dan Ekonomi Kerakyatan” yang disunting oleh Tan Sri Zulfikar Yusuf menjelaskan bahwa bagi kita (bangsa ini) rakyat itu yang utama, rakyat umum yang mempunyai kedaulatan, kekuasaan, (souverenitet). Karena itu, jantung hati bangsa dan rakyat itulah yang menjadi ukuran tinggi rendahnya derajat kita (bangsa ini). Dengan rakyat, kita akan naik dan dengan rakyat pula kita akan turun. Hidup dan matinya Indonesia, merdeka, semuanya itu bergantung kepada semangat rakyat. Demikianlah pengantar awal yang disampaikan oleh Bung Hatta di halaman depan buku tersebut.

Ungkapan demikian sangat penting sehingga harus menjadi perhatian penuh oleh pemerintah dan lembaga kemasyarakatan lainnya. Tentu pemerintah tidak dapat bekerja sendiri dalam penangan pandemi ini. Oleh karena itu, gotong-royong mesti diberlakukan dalam penyelesaian kasus COVID-19 ini.

Mari kita lihat kembali nilai-nilai ekonomi kerakyatan. Dalam perpektif Ketamansiswaan, ekonomi kerakyatan merupakan sistem ekonomi yang disusun sebagai usaha bersama dengan dijiwai oleh nilai-nilai kekeluargaan. Dalam ekonomi kerakyatan, sumber daya yang potensial dikelola atas dasar kemandirian, dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Distribusi hasil produksi mengutamakan pemerataan kepada rakyat sebagai pendorong terwujudnya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Di tengah pandemi, dampak-dampak yang berimbas kepada sektor ekonomi baik negara, perusahaan hingga masyarakat tentu sangat membutuhkan nilai-nilai ekonomi kerakyatan. Secara penerapan memiliki konsep kolektivitas atau gotong-royong. Saya jadi teringat ucapan Dr. Francis Wahono, direktur Cindelaras Institute for Rural Empowerment and global Studies (CIREGS). Ia mengatakan gotong royong merupakan kearifan lokal bangsa indonesia yang menjadi penyelamat utama para survivor gempa ketika gempa di Yogyakarta tempo dulu. Lalu bagaimana korelasi kolektivitas kita dalam melawan pandemi covid-19?

Dengan informasi penurunan angka pertumbuhan ekonomi, tentu kita akan bisa benahi ketika saling bahu-membahu. Di saat seperti ini dibutuhkan komunikasi yang baik antara pihak pemerintah dan juga para pelaku usaha dalam negeri. Keputusan pemerintah dalam memberikan tunjangan atau insentif kepada masyarakat yang terdampak sudah sangat tepat dan sesuai dengan fungsi keberadaan Negara itu sendiri.

Di sisi lain pihak perusahaan swasta juga mesti menunjukkan peran kemanusiaan serta kekeluargaannya terhadap masyarakat yang terdampak. Hal ini akan sangat membantu penahanan merosotnya nilai-nilai kesejahteraan di masyarakat akibat pandemi. Begitu juga dengan masyarakat yang masih terbilang mampu untuk saling mendukung usaha-usaha kecil di masyarakat misalnya usaha kuliner atau jenis usaha mikro lainnya.

Perusahaan-perusahaan terkait yang melakukan PHK seharusnya tetap memberikan perhatian kepada karyawan yang menjadi korban PHK, bukan dengan membiarkannya begitu saja. Tentu permasalahan ini juga menjadi perhatian bagi pemerintah. Komunikasi yang baik mesti dilayangkan kepada perusahaan terkait dan merencanakan alternatif baru untuk menampung karyawan-karyawan yang di PHK setelah kondisi perekonomian telah membaik.

Biar bagaimanapun, kasus pengangguran sama bahayanya untuk kesejahteraan rakyat. Inilah yang kemudian disebut sebagai penerapan nilai-nilai ekonomi kerakyatan dalam asas kekeluargaan yang meliputi nilai kasih sayang, nilai menghormati dan menghargai, nilai tolong menolong dan gotong royong, nilai demokrasi serta nilai kesatuan persatuan yaitu bersatunya pemimpin dengan yang dipimpin.

Penulis: Nasrul Basri
Editor: Handrianus P. Puor

Tags: COVID-19EKONOMIEKONOMI KERAKYATANOPINIRAKYAT
ShareTweetSendShare

© 2020 LPM PENDAPA TAMANSISWA

Navigate Site

  • TENTANG KAMI
  • PEDOMAN MEDIA SIBER
  • KIRIM KARYA

Follow Us

Social icon element need JNews Essential plugin to be activated.
No Result
View All Result
  • PENDAPA SELINTAS
  • LIPUTAN UTAMA
  • WAWANCARA
  • OPINI
  • SASTRA
  • RESENSI
    • BUKU
    • FILM
  • EDITORIAL

© 2020 LPM PENDAPA TAMANSISWA