Perpanjangan kegiatan akademik secara daring sampai dengan 29 Mei 2020 yang termuat di poin pertama dalam Surat Edaran Nomor 89/UST/Rek/III/2020 banyak menemui kendala. Kuliah daring yang telah berjalan selama kurang lebih 2 minggu tersebut akhirnya mulai dikeluhkan mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST).
Sebagai mahasiswa di program studi (prodi) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) UST, Miratunnisah kian merasakan hal yang turut dirasakan pula oleh teman-temannya, yaitu kesulitan akibat harus membeli kuota secara mandiri pasca diterapkannya imbauan kuliah daring di UST. Kepada PENDAPA, ia berpendapat bahwa sebaiknya dosen mempertimbangkan kemampuan mahasiswa dalam segi ketersediaan kuota dan jangkauan sinyal yang dimiliki. Sebab ketika mahasiswa harus mengunggah tugasnya di Portal Akademik atau melalui surat elektronik dan kemudian gagal terunggah, mau tak mau mereka harus mencari alternatif lain dengan risiko pemotongan kuota internet pribadi mereka.
“Kalau dokumen yang kita kirim tidak muat karena kapasitas video yang besar, mau tidak mau harus ke Google Drive terlebih dahulu. Itu menguras kuota banyak sekali,” keluhnya.
Melihat besarnya kuota yang harus dikeluarkan untuk mendukung pelaksanaan kuliah daring, Nella Octavia, dari prodi Psikologi turut beranggapan bahwa seharusnya ada pemberian subsidi dari pihak kampus. Hal tersebut agar meringankan beban mahasiswa yang tidak semuanya berlangganan Paket kuota internet Unlimited.
“Kalau kita membayar kuliah secara utuh semahal itu, nggak ada subsidi kuota atau keringanan apalah itu, ya kasihan,” ujarnya.
Senada dengan Nella, Melaningtyas, dari prodi Manajemen turut mengeluhkan hal yang sama. Sebagai pengguna Provider Indosat, ia merasa terkendala dengan jaringan internet akibat Provider tersebut sulit mendapatkan sinyal di daerah tempat tinggalnya. Ia berharap pihak kampus dapat memberikan semacam free voucher Telkomsel agar akses internet menjadi lancar.
“Telkomsel lancar, namun mahal. Ditambah libur, tidak mendapatkan uang saku juga,” tulisnya.
Untuk mengetahui tanggapan mahasiswa tentang jalannya proses kuliah daring di UST, PENDAPA melakukan survei dengan metode daring. Survei yang disebar dari tanggal 24 – 25 Maret 2020 ini menghasilkan 431 responden dari 5 Fakultas di UST.
Hasil survei menunjukkan bahwa 402 dari 431 responden mengaku mengalami kendala. Sedangkan sisanya, 29 responden mengaku tidak mengalami kendala. Dalam hasil survei yang disajikan di infografis, kendala yang dihadapi terbagi menjadi 8 pembagian, yaitu: Kuota & sinyal, tugas, materi, tugas & materi, tugas & kuota serta sinyal, materi & kuota serta sinyal, serta lain-lain. Dari 8 kendala tersebut, kuota & sinyal menjadi kendala terbesar dengan total perolehan 202 responden.

Petisi Subsidi Kuliah Daring
Pada 29 Maret 2020, Majelis Mahasiswa Universitas Keluarga Besar Mahasiswa Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (MMU KBM-UST) menyebar petisi di change.org yang isinya meminta agar pihak kampus memangkas biaya perkuliahan. Banyaknya mahasiswa yang mengeluhkan sistem perkuliahan menjadi penyebab dikeluarkannya petisi tersebut. Di dalamnya, tercantum 3 poin yang menjadi tuntutan MMU KBM-UST:
- Meminta subsidi kuota internet sebesar Rp150.000/bulan terhitung sejak bulan Maret 2020 sampai dengan minimal 3 bulan kedepan berupa potongan pembayaran SPP Tetap
- Meminta penangguhan pembayaran SPP Variabel dan biaya-biaya lain yang terkait dengan perkuliahan hingga masa pandemi COVID-19 ini berakhir minimal 3 bulan ke depan
- Jika tuntutan kami tidak direspon dalam 3×24 jam maka kami dan seluruh elemen mahasiswa lainnya akan melakukan upaya yang lebih tegas lagi
Dihubungi melalui WhatsApp, Ketua MMU, Tri Hadi Susanto mengkonfirmasi hal tersebut. Menurutnya, selepas dikeluarkannya petisi itu, pihak birokrat kampus telah menanggapi dan meminta mahasiswa untuk menunggu surat edaran. Tri Hadi juga menjelaskan, apabila di antara tiga tuntutan dalam petisi tidak terpenuhi, akan ada rapat lanjutan terkait langkah yang akan diambil.
“Institusi harus bisa menciptakan keseimbangan kebijakan. Kebijakan birokrasi kampus harus proporsional dengan kebutuhan mahasiswa dalam kondisi wabah Corona ini,” pungkasnya.
Sebelum dikeluarkannya petisi oleh MMU KBM-UST, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) dan Universitas Ahmad Dahlan (UAD) telah lebih dulu mengeluarkan kebijakan untuk menunjang sistem kuliah online dalam situasi wabah COVID-19 ini. Kebijakan yang dikeluarkan UMY adalah dengan menetapkan subsidi kuota internet sebesar Rp 150 ribu per mahasiswa setiap bulan.
Pemberian subsidi kuota itu diberikan selama tiga bulan terhitung dari mulai Maret – Mei 2020 bagi mahasiswa aktif UMY pada semester Genap Tahun Akademik 2019/2020. Subsidi tersebut lalu diwujudkan dalam bentuk pemotongan pembayaran SPP semester Gasal tahun Akademik 2020/2021.
Sedangkan UAD memberikan bantuan sebesar Rp 200 ribu per mahasiswa dalam bentuk pengurangan SPP Semester Gasal Tahun Akademik 2020/2021 serta fasilitas free 30 GB untuk mengakses subdomain yang dimiliki UAD bagi pengguna Telkomsel dan Indosat.
Birokrasi Kampus Merespon
Untuk memperoleh informasi dan konfirmasi lebih lanjut terkait kendala yang dialami oleh mahasiswa atas sistem kuliah daring, PENDAPA menghubungi Ki Imam Ghozali, selaku Wakil Rektor 1 Bidang Akademik. Setelah baru membalas pesan ajakan wawancara PENDAPA pada keesokan harinya di tanggal 31 Maret, ia menyampaikan bahwa surat edaran sedang dirumuskan. Tak lama, berdasarkan hasil rapat Koordinasi Pimpinan yang dilaksanakan pada 30 Maret 2020, terbitlah Surat Edaran Nomor 92/UST/Rek/III/2020.
Dalam surat itu, di antaranya tertulis bahwa mahasiswa yang aktif (heregistrasi) diberi bantuan biaya untuk mendukung pembelajaran online dengan rincian sebagai berikut:
- Mahasiswa yang masih menempuh mata kuliah diberi bantuan biaya Rp 100.000,- (seratus ribu rupiah) per mahasiswa/bulan, selama 3 bulan (Maret – Mei 2020).
- Mahasiswa yang tinggal menempuh bimbingan Tugas Akhir (skripsi) diberi bantuan biaya Rp 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) per mahasiswa/bulan, selama 3 bulan (Maret – Mei 2020).
- Mahasiswa yang tinggal menunggu ujian Tugas Akhir (skripsi), tidak mendapat bantuan.
- Teknis Pemberian bantuan pada butir (a) akan dipotongkan pada pembayaran SPP semester berikutnya, sedangkan butir (b) pada saat pembayaran wisuda.
Menanggapi petisi yang dilakukan oleh MMU dan ditujukan kepada pihak kampus, Ki Imam mengaku bahwa dirinya belum membaca petisi tersebut karena merasa tidak dikirimi. Justru, ia mempertanyakan bila petisi tersebut memang resmi dilakukan oleh MMU, mengapa MMU tidak menggunakan saluran resmi kemahasiswaan supaya lebih jelas.
“Meski demikian, UST sudah menanggapi isu itu kan, dalam surat edaran Rektor,” paparnya.
Berkaitan dengan alasan mengapa edaran baru dikeluarkan, Ki Imam menjelaskan bahwa pembicaraan subsidi memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karenanya, bagian keuangan harus lebih dahulu membuat perhitungan, sehingga pada 30 Maret 2020 baru bisa disetujui.
Perihal tuntutan dalam petisi yang di antaranya meminta penangguhan pembayaran SPP Variabel serta biaya-biaya lain, Ki Imam menyampaikan bahwa SPP Variabel adalah konsekuensi dari pengambilan mata kuliah dan Sistem Kredit Semester (SKS) oleh mahasiswa. Biaya tersebut pun biasanya baru akan ditagihkan menjelang Ujian Tengah Semester (UTS). Namun walau ditagihkan menjelang UTS, SPP Variabel tidak menjadi syarat untuk bisa mengikuti UTS, seperti yang tertera di surat edaran rektor Nomor 89/UST/Rek/III/2020. Artinya, mahasiswa masih bisa mengikuti UTS tanpa perlu membayarkan SPP Variabel terlebih dahulu.
“Kalau dia belum bayar variabel tetap bisa UTS,”
Mengenai masalah pada mata kuliah praktik yang tidak terlaksana akibat terhalang pandemi, Ki Imam menyampaikan bahwa ke depan akan ada pembahasan kembali.
“Termasuk magang, KKN dan sebagainya akan dijadwalkan untuk dibicarakan,” pungkasnya.
Reporter: Rizqika Noor Wiranti, Rendi Novrianto Saputra, Lailatul Nur Aini
Penulis: Laeli Choerun Nikmah
Editor: Ade Tegar Irsandy