Lpmpendapa.com - Saat membahas perubahan iklim, kita sering kali terjebak pada gambaran global—es mencair, cuaca ekstrem di berbagai belahan dunia, atau suhu bumi yang terus naik. Namun, saya ingin mengajak Sobat untuk memahami bagaimana perubahan iklim benar-benar bisa memengaruhi kehidupan sehari-hari kita, terutama di daerah-daerah pesisir seperti Desa Bahari III, Buton Selatan, Sulawesi Tenggara. Bukan hanya soal data dan prediksi ilmiah, tetapi bagaimana fenomena ini dirasakan langsung oleh masyarakat yang hidup di garis depan cuaca ekstrem.
Bayangkan berada di tengah-tengah situasi ini: hari cerah dengan sedikit mendung di sana-sini, angin semilir berhembus, dan matahari terasa sangat terik. Tiba-tiba, angin kencang datang tanpa aba-aba, menyapu atap rumah, memporak-porandakan bangunan, dan dalam beberapa menit, sebuah desa yang tadinya tenang berubah menjadi ladang puing-puing. Inilah yang dialami oleh Risman dan warga Desa Bahari III saat puting beliung mendadak datang menghantam kampung mereka.
Saya masih ingat pengalaman pertama saya melihat cuaca ekstrem seperti ini—meskipun tidak separah di Desa Bahari, rasanya menakutkan. Udara yang sebelumnya tenang tiba-tiba berubah menjadi angin ribut, hujan deras mengguyur, dan saya hanya bisa berlindung di dalam rumah sambil berharap semuanya akan segera reda. Saya tidak bisa membayangkan bagaimana rasanya melihat atap rumah terbang atau, lebih mengerikan lagi, melihat angin puting beliung yang seolah ‘bermain-main’ di atas desa.
Angin Puting Beliung yang Tak Terduga
Puting beliung bukanlah hal yang asing bagi masyarakat di daerah pesisir. Namun, yang membuat fenomena ini begitu mengerikan adalah ketidakpastiannya. Sebagaimana diceritakan oleh Risman, angin datang dari dua arah berbeda—satu dari laut dan satu lagi dari balik bukit terjal—lalu bertemu di tengah desa dan menyatu dalam satu kekuatan yang dahsyat. Bayangkan, Sobat, melihat dua angin kencang bertemu dan menghancurkan segalanya di sekitarnya. Menyeramkan, bukan?
Perubahan iklim lokal sering kali menjadi pemicu utama dari kejadian seperti ini. Ketika suhu permukaan laut naik, hal itu menciptakan kondisi yang ideal untuk terbentuknya awan cumulonimbus, yang bisa dengan cepat berkembang menjadi angin puting beliung. Suhu yang meningkat ini membuat udara lebih mudah menguap, menciptakan kelembaban yang kemudian berubah menjadi awan hujan. Kombinasi antara suhu laut yang hangat dan angin yang datang dari berbagai arah inilah yang menyebabkan cuaca ekstrem seperti puting beliung.
Menghadapi Perubahan Iklim di Garis Depan
Satu hal yang saya pelajari dari berbicara dengan orang-orang yang hidup di daerah rawan bencana adalah bahwa mereka tidak pernah benar-benar tahu kapan bencana akan melanda. Aplikasi cuaca, radar BMKG, dan teknologi lainnya memang membantu, tetapi tidak bisa 100% diandalkan. Seperti yang disampaikan oleh Koordinator BMKG Kendari, Faizal Habibie, bahwa fenomena angin puting beliung ini tidak terdeteksi oleh satelit maupun radar cuaca. Hal ini menunjukkan bahwa bahkan dengan teknologi terbaik sekalipun, alam bisa sangat tak terduga.
Risman sendiri mengurungkan niatnya untuk melaut hari itu, mungkin karena naluri atau karena dia merasakan ada sesuatu yang tidak beres dengan cuaca. Naluri seperti ini sangat penting, terutama bagi nelayan yang bergantung pada laut untuk mencari nafkah. Sayangnya, tidak semua orang seberuntung Risman. Banyak nelayan yang terpaksa menghadapi badai di tengah laut, mengandalkan keberuntungan dan pengalaman untuk bertahan hidup.
Saya teringat kisah seorang teman yang juga nelayan. Suatu hari, dia berangkat melaut di pagi yang tampak biasa saja. Namun, pada sore harinya, cuaca tiba-tiba berubah menjadi badai yang ganas. Tanpa adanya peringatan cuaca ekstrem dari aplikasi yang dia gunakan, dia terjebak di tengah laut selama berjam-jam, berusaha bertahan hidup di tengah ombak besar dan angin kencang. Syukurlah, dia berhasil kembali ke darat dengan selamat, meskipun dengan perahu yang hampir hancur. Pengalaman seperti ini mengajarkan kita bahwa tidak ada yang bisa memprediksi alam dengan akurat, dan kita harus selalu waspada.
Cuaca Ekstrem Akibat Langsung dari Perubahan Iklim
Kembali ke Desa Bahari III, fenomena puting beliung ini terjadi hampir setiap tahun, dan selalu merusak bangunan di area yang sama. Dua tahun sebelumnya, kejadian serupa menghantam desa, merusak atap bangunan perumahan guru dan sekolah. Angin kencang dan cuaca ekstrem ini, yang mungkin dulu jarang terjadi, kini semakin sering melanda.
Perubahan iklim bukanlah hal yang abstrak lagi bagi masyarakat di Desa Bahari atau daerah lain yang rentan. Data BMKG bahkan menunjukkan bahwa suhu udara di daerah Sulawesi Tenggara naik sekitar 0.2 hingga 0.5 derajat Celsius dibandingkan rata-rata 20 tahun terakhir. Kenaikan kecil ini mungkin tampak sepele, tetapi dampaknya sangat besar. Suhu yang lebih tinggi berarti pembentukan awan hujan lebih cepat, dan itu bisa berarti lebih banyak badai, banjir, dan, tentu saja, puting beliung.
Perubahan iklim memang mempengaruhi cuaca secara global, tetapi dampaknya sangat terasa di tingkat lokal, terutama di daerah pesisir. Desa-desa seperti Bahari berada di garis depan, menghadapi bencana alam yang semakin sering terjadi dan semakin sulit diprediksi.
Tips Menghadapi Cuaca Ekstrem di Daerah Pesisir
Bagi Sobat yang tinggal di daerah pesisir atau rawan cuaca ekstrem, ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk mempersiapkan diri. Ini bukan sekadar teori, tapi tips yang dipetik dari pengalaman hidup sehari-hari:
Pantau Cuaca Secara Aktif
Gunakan aplikasi BMKG atau platform cuaca lain untuk memantau kondisi cuaca harian. Namun, jangan terlalu bergantung pada teknologi—perhatikan juga tanda-tanda alam seperti angin yang tiba-tiba kencang atau awan gelap yang muncul mendadak.
Siapkan Rumah untuk Menghadapi Angin Kencang
Perkuat atap dan bangunan rumah dengan material yang lebih tahan angin. Di Desa Bahari, atap rumah sering kali menjadi korban pertama angin puting beliung, jadi pastikan atap Anda aman dan terikat kuat.
Pelajari Tanda-Tanda Cuaca Buruk
Para nelayan di Desa Bahari sering kali mengandalkan insting mereka saat melihat cuaca buruk akan datang. Jika Sobat tinggal di daerah yang rawan, pelajari tanda-tanda awal cuaca ekstrem, seperti perubahan suhu tiba-tiba atau awan cumulonimbus yang mulai terbentuk.
Buat Rencana Darurat
Selalu miliki rencana darurat. Pastikan Sobat dan keluarga tahu apa yang harus dilakukan jika cuaca ekstrem tiba-tiba datang. Di Desa Bahari, warga berhamburan keluar rumah saat angin puting beliung melanda, dan ini bisa menyelamatkan nyawa mereka.
Bersiaplah untuk Evakuasi
Jika bencana alam seperti angin puting beliung atau banjir sudah menjadi langganan di daerah Anda, pastikan ada jalur evakuasi yang jelas. Ketahui tempat-tempat aman di sekitar Anda dan bagaimana cara mencapainya dengan cepat.
Hidup di Tengah Ketidakpastian
Perubahan iklim memang menimbulkan ketidakpastian yang besar. Bagi Sobat yang tinggal di daerah pesisir, cuaca ekstrem bukanlah hal yang bisa diabaikan. Namun, dengan kesadaran, persiapan, dan kewaspadaan, kita bisa meminimalisir dampak buruk yang ditimbulkan oleh bencana alam. Dan siapa tahu? Mungkin Sobat juga bisa berbagi pengalaman dan pelajaran berharga seperti yang dilakukan Risman dan warga Desa Bahari III.
Terus jaga lingkungan dan waspada terhadap perubahan iklim, karena ini adalah tanggung jawab kita bersama.