Lpmpendapa.com - Ada satu hal yang mungkin kita semua sudah mulai rasakan—suhu semakin panas, dan tidak jarang langit biru yang biasa kita nikmati tertutup oleh kabut asap. Saya sendiri pernah mengalami masa di mana udara di luar rumah begitu pekat hingga rasanya sulit untuk bernapas. Semua ini bukan lagi fenomena alam yang asing bagi kita, tetapi semakin hari semakin parah. Perubahan iklim sudah nyata, dan Indonesia, negeri tropis yang kaya akan sumber daya alam, berada di garis depan dampaknya.
Namun, apa sebenarnya yang menyebabkan suhu di Indonesia terus meningkat? Dan yang lebih penting, apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapi ancaman ini? Dalam artikel ini, saya akan berbagi pengalaman, wawasan, dan beberapa pelajaran yang saya dapatkan terkait dengan perubahan iklim di Indonesia, serta bagaimana kita semua bisa berperan dalam menjaga kelestarian bumi.
Ketika Urbanisasi Mengambil Alih
Saya tinggal di kota besar, di mana gedung-gedung pencakar langit berdiri kokoh dan jalan-jalan dipenuhi kendaraan bermotor. Pada siang hari, panas terasa menyengat dan malam pun tidak jauh berbeda. BMKG mencatat bahwa kepadatan area urban menjadi salah satu faktor utama yang memicu kenaikan suhu. Ini bukan hal yang mengejutkan bagi saya, karena setiap kali saya berjalan di trotoar yang dipenuhi beton dan aspal, saya bisa merasakan bagaimana panas matahari terjebak di antara bangunan-bangunan tersebut.
Tidak hanya itu, aktivitas pembangkit listrik berbasis fosil yang banyak digunakan di kota-kota besar juga turut berkontribusi. Suatu kali saya pernah bekerja di dekat pembangkit listrik. Sering kali, asap hitam mengepul dari cerobong-cerobong tinggi, dan saya tidak bisa menahan diri untuk tidak berpikir: seberapa besar polusi yang dihasilkan? Tidak hanya bagi lingkungan, tetapi juga bagi kesehatan kita?
Solusi? Menghadapi tantangan ini memang tidak mudah, tetapi ada harapan. Satu hal yang dapat kita lakukan di kota adalah mendorong penggunaan energi terbarukan. Meskipun energi surya dan angin belum banyak diterapkan, setidaknya kita bisa memulai dengan langkah kecil, seperti menggunakan lampu hemat energi atau mendukung program pemerintah yang berfokus pada efisiensi energi.
Ketika Hutan Terbakar, Masa Depan Kita Juga Ikut Terbakar
Sepertinya saya tidak pernah bisa melupakan pengalaman pertama saya melihat kebakaran hutan di Sumatera. Waktu itu, saya sedang melakukan perjalanan dinas, dan udara di sekitar begitu tebal dengan asap. Semua orang mengenakan masker, dan bau gosong memenuhi udara. Ini adalah pemandangan yang menyedihkan, dan yang lebih mengerikan adalah dampak jangka panjangnya terhadap lingkungan.
BMKG menyebutkan bahwa kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan Sumatera, turut berkontribusi besar terhadap kenaikan suhu dan kualitas udara yang buruk. Dalam laporan terakhir, tercatat ada 283.620 hektare lahan yang terbakar sepanjang tahun 2024. Bisa Anda bayangkan berapa banyak flora dan fauna yang hilang?
Lebih dari itu, kebakaran gambut juga melepaskan emisi karbon dalam jumlah yang sangat besar, memperburuk perubahan iklim global. Saya pernah mendengar cerita dari seorang teman yang tinggal di daerah gambut. Setiap kali musim kering tiba, mereka khawatir api akan melalap lahan di sekitar rumah mereka. Pernah suatu kali, mereka harus mengungsi karena api begitu dekat. Bayangkan, jika Anda harus meninggalkan rumah dan seluruh harta benda hanya karena kebakaran hutan yang terus meluas.
Dari sini saya belajar, bahwa mencegah lebih baik daripada memadamkan. Kita bisa mendukung gerakan reboisasi atau ikut serta dalam kampanye penanaman pohon. Memperbaiki lahan gambut dan melakukan pencegahan kebakaran hutan sejak dini merupakan langkah penting. Sebagai warga negara yang peduli, mari kita jaga hutan kita sebelum semuanya terlambat.
Polusi Nitrogen Oksida Penyebab Tak Terlihat di Udara Kita
Salah satu pelajaran paling penting yang saya pelajari baru-baru ini adalah mengenai polusi nitrogen oksida (NO₂). Polutan ini, yang biasanya dihasilkan oleh kendaraan bermotor dan pembangkit listrik, ternyata berperan besar dalam memperburuk perubahan iklim. Saya sendiri baru menyadarinya ketika membaca laporan BMKG yang menyatakan bahwa pada Agustus 2023, konsentrasi NO₂ tertinggi terdeteksi di area urban.
Yang membuat saya lebih khawatir adalah bahwa polutan ini bisa bereaksi dengan senyawa lain di atmosfer untuk membentuk asam sulfat, yang dapat menyebabkan hujan asam. Hujan asam bukanlah sekadar fenomena alam yang bisa kita abaikan. Ini dapat merusak ekosistem kita, menghancurkan tanaman, mencemari air, dan bahkan merusak bangunan dan infrastruktur.
Saya ingat saat masih kecil, hujan terasa seperti berkah. Namun kini, kita harus waspada terhadap jenis hujan yang datang. Saya belajar bahwa mengurangi penggunaan bahan bakar fosil dan memperbanyak kendaraan listrik bisa membantu mengurangi emisi nitrogen oksida. Tidak hanya itu, menanam pohon di sekitar rumah kita juga bisa membantu menyerap polusi udara.
Tantangan Cuaca Ekstrem Hujan di Tengah Musim Panas
Salah satu momen yang paling membingungkan adalah ketika hujan deras tiba-tiba turun di tengah musim panas. Di Desa Bahari III, Buton Selatan, kejadian ini sempat membuat kepala desa dan warganya terkejut. Setelah puting beliung melanda, hujan deras turun selama tiga jam, di saat yang seharusnya matahari sedang terik.
Fenomena cuaca ekstrem ini memang menjadi lebih sering terjadi akibat perubahan iklim. Menurut BMKG, suhu permukaan laut yang hangat di perairan Sulawesi Tenggara memicu peningkatan pembentukan awan hujan. Saya pernah mengalami kejadian serupa di mana saya sedang berada di luar ruangan tanpa persiapan, dan tiba-tiba hujan deras turun. Tidak hanya membuat basah kuyup, tetapi juga membuat rencana hari itu berantakan.
Pelajaran yang bisa diambil dari sini? Cuaca memang semakin tidak dapat diprediksi, tetapi dengan perencanaan yang baik, kita bisa sedikit lebih siap. Selalu cek prakiraan cuaca sebelum beraktivitas, terutama jika Anda tinggal di daerah yang rawan cuaca ekstrem. Aplikasi cuaca di ponsel bisa menjadi sahabat terbaik Anda.
Bagaimana Kita Bisa Berkontribusi?
Pada akhirnya, perubahan iklim bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau lembaga internasional. Ini adalah tanggung jawab kita semua. Saya belajar bahwa meskipun tindakan individu mungkin terlihat kecil, jika dilakukan secara kolektif, dampaknya bisa sangat besar.
Berikut beberapa hal praktis yang bisa kita lakukan:
- Kurangi penggunaan plastik sekali pakai – Saya sendiri sudah mulai membawa tas belanja sendiri dan mengurangi penggunaan sedotan plastik.
- Hemat energi – Matikan lampu dan peralatan elektronik saat tidak digunakan. Ini bukan hanya menghemat tagihan listrik, tetapi juga mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.
- Dukung produk lokal – Produk lokal biasanya memiliki jejak karbon yang lebih kecil karena tidak perlu dikirim dari jarak jauh.
- Tanam pohon – Setiap pohon yang kita tanam adalah investasi untuk masa depan bumi yang lebih baik.
Masa depan kita ada di tangan kita sendiri. Perubahan iklim mungkin tampak seperti tantangan besar, tetapi jika kita semua berkomitmen untuk melakukan perubahan kecil dalam kehidupan sehari-hari, kita bisa membuat perbedaan yang signifikan. Jadi, yuk, mulai sekarang kita jaga bumi ini bersama-sama!